1
Overture
Gerimis
hati yang membasahi perasaan rindu. Akan kedatangan hari ini. Hari yang dinanti
setelah sekian lama berlabuh di
anganku. Hamparan jubah malam sebentar
lagi menyisingkan kegelapannya. Diganti dengan sang surya dari ufuk
timur.
Cahaya
yang mulai sedikit-demi sedikit, menyinari seluruh negeri ini. Membuka mata
semua orang untuk “bangun” dari tidur panjangnya.
Dengan lukisan warna hasil lukisan semesta. Terpancar dari ciptaan-Nya. Bukti kemaha besaran-Nya.
Dingin
yang menyelimuti sanubarinya. Takkan pernah menggetarkan rencana yang sudah ia
siapkan. Karena hal ini akan pembuktian
konsistensinya dan keseriusannya. Mengharapkan sebuah janji yang telah ditunggu–tunggu. Yang membawa semua api perjuangan berangkat dari tidurnya.
konsistensinya dan keseriusannya. Mengharapkan sebuah janji yang telah ditunggu–tunggu. Yang membawa semua api perjuangan berangkat dari tidurnya.
Terlihat
dari ufuk timur, pancaran sinarnya semakin terang. Bagai cahaya yang siap menjadi
saksi terangnya hari ini. Walaupun lautan dijadikan daratan dan daratan
dijadikan lautan, hal itu takkan mengurangi kobaran api perjuangan dalam
dirinya.
Walaupun
teriknya matahari membuat bias pandangan matanya dan terik panas yang membakar kulitnya
hampir menusuk sampai ketulang. Dan jika sang cahaya itu berada diatas puncak
terik. Dimana hamparan kegelisahan. Bercampur
kerinduan. Maka semangat akan penantian
yang di janjikan berada di bawah terik sang cahaya sebagai saksi bisu yang akan
melihat kejadian semua ini.
Sang
cahaya pun semakin menampakkan kekuatannya dan ia memerintahkan semua pasukan
untuk bergerak, menuju tujuan mereka. Matanya tidak bisa melihat tujuan itu
tapi mata semangatnya dan impiannya mampu menembus tembok-tembok penghalang di depannya.
Ia
adalah sosok yang teguh. Ia berharap akan menjadi orang yang tercatan dalam bisyaroh. Sebagai panglima terbaik. Ia juga
tidak hanya bermimpi pada
siang hari, tapi ia juga melayakkan dirinya untuk menjadi panglima yang
terbaik. Dan pada malam harinya ia bertahajud meminta pertolongan
kepada Sang Maha Pemberi Pertolongan yaitu Allah swt. Agar ia menjadi panglima terbaik. Ia
adalah seorang yang bermimpi sejak kecil bahwa nantinya akan bisa menaklukkan tembok-tombok
besar dibalik keangkuhan kota itu.
Tidak
hanya menjadikannya seorang panglima terbaik, tapi ia juga menyiapkan
pasukan-pasukan yang terbaik. Yaitu, pasukan yang berkuasa sebelum perang dunia
pertama. Dan lagi-lagi semua itu disiapkan untuk satu tujuan, dengan mimpi yang sama menjadi
seorang “gozi” sebagai petarung
Allah.
Dan
tidak hanya itu. Terdapat dua
benteng yang ia siapkan. Dan benteng itu berada dijalur strategis. Tujuannya
untuk melemahkan geopolitik dan logistik mereka. Benteng pertama didirikan oleh
Khalifah
Bayazid I 1393-1394 M setinggi 25 meter yang bernama Anadolu Hisari.
Benteng
kedua merupakan benteng yang ia buat. Sebuah benteng dengan luas
hampir
30.000 m2, tinggi 82 meter dengan
5000 pekerja yang di bangun dalam tempo waktu yang sangat singkat, yaitu “4 bulan”. Sunguh sebuah
usaha yang sangat serius. Dibalik cita-cita besar yang di namainya benteng Rumeli Hisari. Karena
ia sadar yang akan ditaklukkan
merupakan
benteng yang belum pernah di tembus selama 1123 tahun.
Karena
itu, pasukan yang
ikut pun tidak tanggung-tanggung
dalam penyerbuan akan penyerangan ini. Ia menyiapkan 250.000 pasukan yang di dalamnya
terdapat pasukan Inkisaria, sekitar 40.000 pasukan
elit dengan program pelatihan terpadu sejak kecil.
Dan semuanya berada di sebelah barat tepat di depan tembok Konstantinopel.
Kemudian dari sebelah selatan di laut Marmara ia menyiapkan 400 kapal yang siap
untuk menyerang dan dari sebelah utara juga menyiapka kapal melalui selat
tanduk (The Golden Horn) dari arah 2
benteng yang sudah ia buat.
Belum
puas dengan hal itu. Ia juga menyiapkan sebuah senjata, yang belum pernah
terpikirkan sebelumnnya, terbayangkan sebelumnya, bahkan memimpikannya pun
belum pernah. Inilah First Supergun (Basilic
Cannon) sebuah senjata meriam
raksaksa yang dibuat khusus untuk
penaklukkan kota itu.
Ketika
semua persiapan sudah siap. Pada hari itu juga bertepatan dengan hari jum’at.
Ia mengumpulkan semua pasukan
untuk
sholat jum’at berjama’ah. Sungguh pemandangan
ketaatan kepada Sang Pencipta
yang luar biasa. Dan pada waktu itulah tembakan pertama diluncurkan.
Ketika
penyerangan pertama . Penduduk
kota itu baru sadar kalau mereka sedang dikepung. Seluruh pasukan dikerahkan,
baik dari daratan mau pun lautan. Tapi apa yang terjadi? Tidak sedikit pun mereka mendapat sepercik
harapan dari kerja keras mereka. Sunguh tembok itu begitu kuat, angkuh, dengan
segala kesombongan yang ada. Masih tetap kokoh tak bergeming sedikitpun.
Silih
bergantinya waktu. Tiada lelahnya sang mentari hilir mudik menyinari mereka.
Rembulan pun tak pernah lelah menemani istirahat malam mereka. Dengan segala
kegelisahan, keputusasaan.
Karena tak terlihat sedikit pun harapan di depan mata para pasukan.
Akhirnya
mulai terdengar suara-suara sumbang. Dan salah satu dari mereka langsung
mengatakan pada Sultan tersebut, yang sekaligus panglima yang bertanggung jawab
atas semua pasukan.
"Wahai
Sultan! Apakah Sultan tidak melihat situasi ini? orang-orang terbaik kita telah
duluan meninggalkan kita!. Engkau telah mengakibatkan kerugian besar pada
pasukan kita. Jika engkau tidak
membawa kami kesini. Kami tidak mungkin mengalami kerugian seperti ini.
Sebelum
perkataan itu selesai. Meja digerbak oleh seorang mualaf. "Wahai Sultan
jangan engkau dengarkan dia! Karena saya tidak ridho, jika kita kalah
dibalik tumpukan-tumpukan
batu itu. Karena kita datang kesini tidak untuk kembali.
"Jika
berbicara tentang pasukan kita. Sesungguhnya Alexander Agung datang menuju
timur dan menaklukkan setengah
dari wilayah timur! dengan setengah dari pasukan kita sekarang. Dan kita
membawa 2 kali lipat pasukan!
sungguh saya
tidak ridho kalau
kita pulang dan kembali. Karena kita telah memulainya, maka kita harus
mengakhirinya.
“Keputusan
pun diambil. Mereka tetap melanjutkan peperangan!”.
"Sultan
bertanya. Ketika sampai saat ini
kita tidak bisa
menembus tumpukan batu-batu itu. Apa yang menjadi penghalang bagi kita?"
Pasukan
pun menjawab."Ada rantai besar yang menghalangi kapal kita!"
"Lalu
apa yang sudah kalian kerjakan?" tanya Sultan.
Posting Komentar